MENGECIL UNTUK MEMBESAR
(Sebuah Strategi Berpastoral)

Semua yang besar berasal dari yang kecil. Maka jangan pernah meremehkan, apalagi mengabaikan yang dianggap kecil.  Tuhan Yesus sendiri bersabda, “ Karena yang terkecil di antara kamu sekalian, dialah yang terbesar.” (bdk Lukas 9: 48)

Saat ini kita punya tekad bulat menjadikan Paroki Annunciata sebagai Paguyuban Umat Allah  yang militan, mandiri dan berdaya guna (Buku Perayaan 40 Tahun Paroki hal. 13). Gagasan besar ini harus dimulai dengan cara memperhatikan dan menghargai tingkat paguyuban hidup kita yang paling kecil, yakni keluarga dan lingkungan.

                Oleh karena itu, pemberdayaan keluarga dan lingkungan harus menjadi fokus pastoral kita. Lingkungan dan keluarga harus menjadi sekolah iman yang pertama dan utama. Untuk itu, lingkungan dan keluarga akan menjadi perhatian utama dan pertama dalam penggembalaan kita. Sudah saatnya, kita berani mengecil untuk membesar. Sudah saatnya paroki kita berwajah lingkungan dan keluarga. Keadaan lingkungan dan keluarga menggambarkan keadaan paroki kita.


                ~Rm.  Henrikus Suwaji, O.Carm~





Mengapa kita mampu  beriman? Karena Allah telah menaruh ke dalam hati kita, keinginan untuk mencari dan menemukan-Nya. Kita, manusia, diciptakan oleh Allah dan untuk Allah. Sehingga kerinduan akan Allah sudah terukir dalam hati manusia sudah sejak kita diciptakan. Dengan penuh iman Santo Agustinus berseru, “Engkau telah mencipta kami bagi diri-Mu, dan hati kami tidak tentram sebelum beristirahat di dalam Engkau.”

Kodrat manusia adalah mencari Allah. Hanya di dalam Allah manusia menemukan kebenaran dan kebahagiaan. Sebab Allah adalah sumber kebenaran dan kebahagiaan manusia yang sesungguhnya. Siapa yang mencari kebenaran dan kebahagiaan adalah sama dengan mencari Allah. Maka tanpa ragu Santa Edith Stein berkata, “Setiap orang yang mencari kebenaran, pastilah mencari Allah, entah disadari entah tidak.”


~Rm.  Henrikus Suwaji, O.Carm~




Yuk memahami....EKARISTI SEBAGAI PUNCAK DAN PUSAT SELURUH LITURGI

Apakah liturgi itu ? menurut kita umat biasa ini, liturgi bisa berarti macam-macam.  Biasanya kalau berbicara tentang liturgi, orang lalu berbicara , tata cara atau urutan ibadat, bacaan Kitab Suci, nyanyian dan buku nyanyiannya, petugasnya, sikap-sikap tubuh yang benar, cara membaca yang baik dst. Lalu kalau ada komentar bahwa umatnya tidak tahu tentang liturgi, itu dimaksudkan misalnya umatnya keliru memilih nyanyian, umat tidak mengerti simbul liturgi, petugasnya jelek dalam melaksanakan tuga dst..  Singkatnya, pada umumnya kita memandang liturgi sebagai aturan doa, petunjuk tata cara ibadat, apa yang boleh apa yang tidak.
                Liturgi tidak boleh dipahami hanya sebagai suatu aturan tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh.  Liturgi pertama-tama bukan soal aturan atau hukum petunjuk, tetapi peristiwa. Liturgi itu peristiwa, dalam mana Allah datang untuk menjumpai kita dan kita menyambut Dia dengan Puji Syukur dan permohonan. Tuhan datang untuk menawarkan persahabatan agar kita hidup bersama Allah dalam segala situasi, untung dan malang, suka atau duka. Semua bidang liturgi apapun macamnya adalah merayakan persahabatan dan hidup kita bersama Tuhan.  Akan tetapi persahabatan dan hidup bersama yang paling istimewa dengan Tuhan adalah dalam Perayaan Ekaristi.  Itulah sebabnya  Perayaan Ekaristi merupakan puncak dan pusat segala macam liturgi.  ( bdk LG 11).
         

                               ~Bidang Liturgi~

MENJAGA LIDAH

Suatu hari di kota Malang hiduplah seorang Pendeta yang dicintai dan dihormati oleh seluruh jemaatnya. Namun ada seorang umat yang membencinya dan dari lidahnya keluar kata-kata yang menghina. Sang pendeta mengetahuinya, namun ia tetap sabar. Akhirnya hati sang pendeta gerah juga. Pada suatu malam, seorang karyawan pendeta mendatangi rumah laki-laki itu, ia membawa beras, sabun, dan gula. Si pembantu berkata pada lelaki miskin itu, “Pendeta menghadiahimu semua ini sebagai kenang-kenangan.”
Laki-laki itu merasa bangga karena ia berpikir bahwa pemberian itu merupakan penghormatan dari Pendeta. Akhirnya ia pergi menemui Isterinya dan menceritakan apa yang telah dilakukan oleh pendeta. Ia berkata “Dapatkah kau lihat, betapa pendeta menghargai kebaikan hatiku?” Tetapi isterinya berkata, “Oh, betapa bijaksananya pendeta, dan betapa tidak mengertinya engkau ini. Hadiah itu hanyalah sebagi simbol. Gandum adalah perut kosongmu, sabun adalah untuk mencuci kebusukanmu, dan gula untuk memaniskan lidah pahitmu,” Sejak hari itu, laki-laki itu menjadi malu, bahkan pada dirinya sendiri. Dan sejak saat itu pula ia tidak pernah berkata jelek tentang pendeta.
Kadang memang setiap orang harus menjaga lidah yang mengeluarkan kata-kata dari mulutnya. Kata-kata bisa membuat orang lain bahagia tetapi sekaligus juga bisa menyakiti hati. Berpikir terlebih dahulu sebelum berbicara adalah jalan terbaik untuk mengontrol setiap kata yang keluar dari mulut kita. 
~ Tomas~

0 komentar:


Post a Comment

Followers